Malam Minggu di Kepanjen yang semestinya penuh dengan sisa semangat pertandingan Liga 1, berubah menjadi sesi gladi resik untuk cabang olahraga baru: lempar batu ke bus lawan.
Setelah pertandingan antara Arema FC dan Persik Kediri yang berlangsung tertib di Stadion Kanjuruhan, suasana berubah menjadi adegan film aksi kelas dua, saat bus Persik dilempari batu oleh oknum tak dikenal—mungkin penggemar berat olahraga ekstrem dadakan.
Kapolres Malang, AKBP Danang Setiyo P.S., yang sempat menyambangi lokasi kejadian dari Hotel Grand Miami (bukan lokasi syuting sinetron, walau namanya mirip), menyatakan bahwa pengamanan berjalan "baik dan tertib." Ya, sangat tertib—selama Anda tidak menghitung kejadian sesudahnya.
“Pola pengamanan sesuai rencana,” ujarnya dengan percaya diri, sembari mungkin lupa bahwa rencana itu tidak mencakup mini tournament lempar batu usai laga.
Pihak kepolisian kini sedang menelusuri pelaku yang diduga memiliki potensi sebagai atlit lempar lembing, hanya saja salah bidang dan salah waktu. Rekaman CCTV dan keterangan saksi telah dikumpulkan—mudah-mudahan bukan saksi yang sibuk merekam untuk konten TikTok.
“Kami pastikan proses hukum akan ditegakkan,” tegas Danang, seraya berharap hukum lebih cepat daripada lemparan batu dari pinggir jalan.
Untungnya, dalam insiden ini tidak ada pemain yang harus dipindahkan ke unit gawat darurat, walau bus Persik kini mengalami kerusakan ringan—mungkin hanya perlu salon mobil dan healing emosional karena telah menjadi korban kekerasan jalanan tak beralasan.
Sementara itu, pelaku diduga berasal dari golongan suporter yang terlalu larut dalam filosofi “total support,” sampai-sampai lupa bahwa mendukung tim kesayangan bukan berarti harus menghajar bus lawan.
Pakar sepak bola berpendapat bahwa aksi ini tidak mencerminkan budaya suporter sejati, tapi lebih cocok disebut “tour dadakan ke jalur kriminal.”