Di tengah meningkatnya tekanan diplomatik internasional dan seruan untuk meredakan konflik, Iran justru memilih jalur sebaliknya: menjawab Amerika Serikat dengan kekuatan militer. Serangan terbaru yang diluncurkan terhadap salah satu pangkalan militer AS di Timur Tengah menjadi sinyal kuat bahwa Teheran belum siap berbicara damai.
Pemerintah Iran menyatakan bahwa serangan tersebut adalah respon terhadap “agresi berulang” dari pihak Amerika dan sekutunya. “Kami tidak akan tinggal diam ketika kedaulatan kami diinjak-injak. Serangan ini adalah bentuk peringatan,” ujar Juru Bicara Militer Iran dalam pernyataan resminya.
Pihak militer AS telah mengonfirmasi serangan tersebut, menyebutkan bahwa beberapa rudal menghantam area pangkalan namun belum merinci jumlah korban atau kerusakan. Pentagon menegaskan bahwa langkah balasan sedang dikaji dan menyebut serangan ini sebagai “provokasi serius”.
Upaya mediasi yang sebelumnya digagas oleh beberapa negara Arab dan Eropa kini tampak menggantung di udara, seiring dengan retorika keras dari kedua belah pihak. Gencatan senjata yang sempat dibahas dalam beberapa putaran diplomatik kini dipandang semakin jauh dari kemungkinan.
Para analis menilai bahwa Iran berusaha memperkuat posisi tawarnya melalui aksi militer, sembari mengirim pesan bahwa “damai tidak akan datang tanpa harga.”
Sementara itu, masyarakat internasional menyuarakan kekhawatiran akan potensi eskalasi besar-besaran di kawasan, yang bisa berdampak pada stabilitas global.
“Selama serangan masih menjadi bahasa yang digunakan, maka perdamaian hanyalah mimpi yang ditunda,” ujar seorang diplomat senior dari Eropa.